Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 2016

How Easy to Find Market

Buka BBM ketemu orang pada jualan,buka Facebook apalagi,kalau dihitung-hitung 7 dari 10 status yang ada adalah berjualan. Bergerak sedikit ke warung dekat rumah, ibuk2 lagi bergerombol. setelah dilihat ternyata lagi milih2 tas online.Nih ada toko diatas toko,bedanya satu real shop satunya lagi maya shop kali ya... Main ke rumah tetangga,belum apa-apa sudah disodori katalog, jenisnya macem2, dari kosmetik sampe perabot rumah tangga.Biar nggak ngecewain si tuan rumah terpaksa katalog nya dibolak-balik sambil ngobrol. Ke tempat kerja ternyata belum terbebas sepenuhnya dari praktek jual beli. Obrolan rekan kerja tak jauh dari memesan jilbab dan gamis model baru serta kuliner homemade yang lagi gencar dipromosikan. Apakah rumah sendiri yang aman dari aktifitas ini? Ternyata tidak juga, sales-sales barang elektronik bergerilya dari rumah ke rumah menawarkan kreditan yang katanya murah meriah. Saya yang memang tidak berbakat bisnis dan niaga cuma bisa pasrah digempur pasar dari s

Alumni oh Alumni...

Saat memilih2 ayam potong di sebuah kios di pasar,si penjual,laki-laki usia awal 20an bertanya "Bu,ngajar di pondok ya?" Dengan agak kaget aku melihat ke arah nya,mungkin dia melihat seragam yang kukenakan "Oh iya dek" jawab ku cepat "Saya alumni pondok bu" ujarnya kemudian "Angkatan berapa?"tanya ku "Udah lama Bu sekitar tahun 2000an" "Oh,kenal dengan si ...,si...." tanya ku sambil menyebutkan nama2 yang mungkin dia kenal "Bentar lagi kan ada reuni Akbar,ada pertandingan antar alumni juga,jangan lupa ikutan ya" sambung ku lagi Yang ditanya cuma menggeleng "Gak ingat lagi Bu,soalnya dulu masih kecil jadi gak terlalu kenal dengan teman seangkatan"jawab nya " emang,situ alumni pondok tingkat apa?" selidik ku Dengan tersenyum dia jawab "TK,buk..." Aku jadi ikut tersenyum meringis sambil kembali memilih2 ayam...

Trik Klasik

Pasca kembali dari tanah Pasundan Jawa Barat, tak ayal diserbu oleh anak didik lengkap dengan nada yang sama "Ustad.... mana oleh2nya  :) ", hhmmm...... pertanyaan klasik dan terpaksa harus dijawab dengan klasik pula  :) "Yang mau oleh2, silakan duduk dulu dengan rapi  :)  ", sahutku dengan penuh harap. Tak lama semua sudah duduk manis berwajah lugu nan penuh senyum, aku pun mulai bercerita "Sebenarnya, ustad sudah beli semua oleh2 untuk kalian, mulai dari baju sampai pernak-pernik lainnya, tetapi tidak disangka sama sekali, saat ditengah laut tepatnya selat Sunda, tiba-tiba badai menerpa dan membuat kapal terombang-ambing". kala itu sayup terdengar dari pengeras suara sang nahkoda berkata, "Kepada semua penumpang, saat ini kita diterjang badai, demi keselamatan penumpang dan kapal, mohon kerjasamanya untuk membuang semua barang bawaannya ke laut agar mengurangi beban kapal". dan akhirnya dengan sangat terpaksa ustad buang semua bara

SEJARAH; DIUSIK DIKIT PASTI BERISIK

Baru-baru ini teman seprofesi bertanya "mengapa sejarah selalu di usik dan jadi perdebatan?". Setengah bercanda ku jawab "wajar saja karena jangankan kita, yang menjadi pelaku atau mereka terlibat langsung dalam sejarah saja pasti mengemukakan pendapat yang berbeda". Hal itu sangatlah lumrah karena sejarah ibarat mata uang yang memiliki 2 sisi bertolak belakang dan masing-masing sisi melahirkan opini yang tidak dapat dipisahkan. Perdebatan sejarah apapun itu baik organisasi, lembaga atau mungkin negara sekalipun pasti tidak akan habis-habisnya. Sakin sensitifnya semakin diusik akan makin berisik. Memang, selain mengetahui asal usul, dengan mempelajari sejarah kita akan mengetahui dan berusaha mewujudkan mimpi-mimpi orang terdahulu yang belum terealisasikan. Dengan mempelajari sejarah (terdapat distorsi atau tidak), kita akan mengetahui peradaban kehidupan masa lalu, sehingga jika ada keburukan/kekurangan dikala itu dapat dibenahi sesua

KANJENG, AKAL DAN HATI

Karismatik dan alibi peretas videotron sepertinya tidak mampu menggeser rate topik nasional kasus yang menerpa Kanjeng Dimas Taat Pribadi (Desa Wakal Kec. Gading Kab. Probolinggo). Kasus penipuan dengan maksud menggandakan uang berkedok padepokan, jelas menggetarkan tanah persilatan. Mulai dari banyaknya pengikut (ribuan) yang mempercayai kalau sang Kanjeng mampu mencetak uang layaknya sebuah bank sampai link-link terbangun kepada tokoh dan elit nasional. Sebelumnya, padepokan Brajamusti juga menghiasi layar tv dengan topologi korban yang hampir sama, rakyat biasa, artis, elit politik dan publik figur yang secara tak langsung menyibak tabir tipikal rakyat dari jelata sampai Petahana yang masih menganggap kekuatan uang (the power of money) adalah satu-satunya solusi menggapai keinginan. Wajar saja banyak pejabat dan para intelektual terjerembab dalam kasus penyalahgunaan uang demi kepentingan pribadi, keluarga dan kelompoknya (korupsi). Tentu kita tidak bi

APA KABAR KITA?

Sebelum Ramadhan atau kira-kira 2-3 bulan yang lalu televisi dan media sosial santer memberitakan perihal sebutan “ustadzah” pada Oki Setiana Dewi, artis yang akhir-akhir ini sering ikut serta dalam program dakwah di stasiun televisi. Apa ada yang salah dengan sebutan itu hingga sekelompok orang sampai mengeluarkan semacam petisi untuk menggugat penyebutan ustadzah tersebut. Entah darimana asalnya saya pun tak ingin berburuk sangka. Hanya berkaca dari diri pri badi dan teman-teman yang sama sekali tidak berlatar belakang pendidikan agama dan kebetulan mengajar di sebuah pondok pesantren. Kami pun dipanggil “ustadzah” karena dalam lingkungan pesantren ustadz/ustadzah dalam bahasa Arab artinya guru atau orang yang mengajar. Terlepas dari apa yang diajarkannya matematika, bahasa Inggris, biologi, Penjas atau apalah tetap saja wajib dipanggil ustadz/ustadzah.  Jika diperhatikan gaya berhijab dan kemampuan Oki dalam bertausyiah, rasanya sebutan ustadzah jauh lebih